Bencana Hidrometeorologi Masih Terjadi pada Akhir Juni

Pusat Pengendali Operasi (Pusdalops) Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat bencana hidrometeorologi masih terjadi menjelang akhir Juni 2020. Bencana hidrometeorologi banjir dan longsor muncul di beberapa wilayah, seperti Kalimantan, Sulawesi dan Maluku Utara.

Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Bencana BNPB Raditya Jati menerangkan, Pusdalops mendapatkan laporan kejadian banjir di wilayah Sulawesi pada Sabtu, 27 Juni 2020, seperti di Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan, Provinsi Sulawesi Selatan, Kabupaten Kepulauan Taliabu, Maluku Utara, Kabupaten Boalemo dan Pohuwanto, Gorontalo dan Kabupaten Lamandau, Kalimantan Tengah.

“Ribuan warga terdampak banjir di wilayah-wilayah tersebut, seperti di Lamandau 723 KK, Taliabu 700, Bolaang Mongondow Selatan 220, Boalemo 125 dan Pohuwanto 40,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Minggu, 28 Juni 2020.

Berdasarkan analisis dasarian ketiga Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), beberapa wilayah masih berpotensi hujan dengan curah hujan menengah hingga tinggi. Wilayah tersebut teridentifikasi di Pulau Sulawesi, Maluku Utara, Papua dan Papua Barat. Bahkan hingga awal Juli 2020, wilayah tadi masih berpotensi hujan dengan intensitas menengah.

Sementara, berdasarkan analisis InaRISK, Indonesia memiliki potensi risiko sedang hingga tinggi untuk bahaya banjir, dengan yang terpapar bahaya ini mencapai 100 juta jiwa penduduk di seluruh provinsi. Luas wilayah memiliki potensi terdampak banjir hingga hampir 20 juta hektare.

Terkait bahaya longsor, wilayah Indonesia memiliki jiwa terpapar hingga 14 juta penduduk dan luas wilayah berisiko mencapai 57 juta hektare di 33 provinsi. “Melihat kondisi hingga awal Juli 2020, masyarakat diimbau untuk tetap siap siaga dalam menghadapi ancaman bahaya, khususnya hidrometeorologi,” kata Raditya.

Selain itu, Raditya menambahkan, kesiapsiagaan berbasis masyarakat sangat dibutuhkan untuk menyelamatkan jiwa. Hal sederhana yang bisa dilakukan oleh masyarakat, menurutnya, adalah memetakan wilayah berpotensi banjir dan longsor, serta melihat kondisi tanah di lapangan. Selain itu, curah hujan tinggi dan berdurasi lama dapat berpotensi banjir.

“Meskipun potensi bahaya banjir dan longsor masih bisa terjadi, masyarakat juga selalu siap siaga dalam menghadapi potensi bahaya lain, seperti angin puting beliung, kebakaran hutan dan lahan, gempa bumi, tsunami, erupsi gunung api dan pandemi Covid-19 yang masih menjadi ancaman di sekitar,” tutur Raditya.

Sumber: Tempo.co

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *